selamat Datang di Blog BERAU - THE TREASURE OF BORNEO

Selamat Datang.....selamat membaca...semoga berguna....dan tidak membuat uang enam ribu perak per jam di warnet hilang begitu saja....

Minggu, 02 Januari 2011

Bandara Kalimarau - per Oktober 2010






Foto by Herlambang Anton

Bandara Kalimarau - per Desember 2010






foto koleksi pribadi

Bandara Kalimarau yang Sangat Memikat

Hal pertama yg saya lihat di Berau tentu saja bandara Kalimarau. Ini karena saya naik pesawat kesana, kalau saya naik kapal pastinya yg saya lihat pertama kali adalah pelabuhan. He..he.., guyon dikit. Bandara dengan landasan sepanjang 2250 meter ini terbilang sebagai bandara yg representatif di utara Kaltim, selain bandara Juwata Tarakan. Nah untuk urusan bandara, Berau jauh sekali di atas Samarinda.

Sampai sekarang saya masih sangat sedih campur kesal dengan Samarinda. Bagaimana sebuah ibukota provinsi Kaltim tak memiliki bandara yg layak. Sedih sekali karena sejak 2005 bandara Sungai Siring atau Bandara Samarinda Baru sebenarnya sudah mulai dibangun, namun hingga akhir 2010 nasibnya terkatung-katung, tidak jelas dan mangkrak. Berbeda dengan Berau yg membangun bandaranya dengan langkah pasti.

Kalimarau mungkin bisa dibilang bandara terbaik di utara Kaltim jika kelak terminal barunya nanti selesai. Bahkan terminal baru Kalimarau dilengkapi dengan garbarata atau belalai yg memudahkan kita masuk ke pesawat. Fasilitas ini pertama di Kaltim, mengalahkan Sepinggan sebagai main gate Kaltim. Bahkan terminal baru dengan desain modern minimalis ini jauh lebih mewah dibanding Sepinggan, bahkan jika dibandingkan dengan terminal B sepinggan sekalipun.

Terminal dengan model bangunan seperti penyu itu terlihat glassy, mirip bandara Hasanuddin di Makassar. Per Desember 2010 kemaren, bangunannya sudah memasuki tahap finishing. Bahkan garbarata sudah terletak untuk siap dipasang. Terminal baru ini hebatnya terdiri dari 2 lantai, dengan fasilitas eskalator serta 10 meja chek-in yang lengkap dengan layar LCD. Wuihh,...sangat modern. Salut buat pemkab Berau yg sudah membangun bandara sebagus ini. Saya sangat tidak sabar menantikan undangan peresmiannya nanti.

Bandara Kalimarau juga sudah didarati oleh pesawat-pesawat besar, seperti Batavia dan Sriwijaya. Meski belum ada conecting flight menuju kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta, namun kehadiran pesawat tersebut sangat memudahkan transportasi warga Berau, seperti saya. Harganya untuk flight ke Balikpapan termurah Rp.470 ribuan, kalau lagi apes bisa dapat Rp.800 ribuan. Kalau mau ke Samarinda, bisa terbang langsung menggunakan Kalstar atau Trigana yg menggunakan armada ATR-42. Harganya paling murah Rp.650 ribu.

Setidaknya, kehadiran bandara yg sangat modern dan megah ini bakal menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor. Sebuah daerah yg memiliki bandara bagus pasti akan didatangi investor, entah itu untuk industri maupun properti. Saya berharap hotel-hotel akan semakin banyak dibangun di Berau, begitupula sektor lain yg menunjang seperti restaurant waralaba atau toko pakaian. Syukur kalau jaringan cinema mau masuk ke Berau, atau ada investor yg berniat bangun mall di Berau. Jadi saya tidak merasa bete lagi disini, hehe....

Bandara Kalimarau, memang sangat memikat siapa saja yg melihat. Pasti bagi pendatang baru tidak akan menyangka di Berau ada bandara semegah itu.

Beradaptasi dengan Berau


Hari-hari pertama di Berau, utamanya Tanjung Redeb langsung diisi dengan kesibukan luar biasa untuk persiapan pembukaan kantor saya. Namun disela kesibukan tersebut, saya menikmatinya sambil mempelajari sedikit demi sedikit keadaan di Berau. Ceritanya beradaptasi. Bagaimana bertemu dengan warga sekitar kantor hingga berkenalan dengan petinggi-petinggi di Berau. Kesimpulan saya tentang orang Berau adalah....mereka semua sangat ramah dengan para pendatang. Sangat welcome, sangat hangat dan sangat bersahabat.

Hanya ada 2 hal yang kurang bersahabat dengan saya, yaitu cuaca dan harga barang!! Hehe... untuk urusan cuaca, Berau ternyata lebih puannass dibanding Samarinda. Panas di Berau jika sedang terik sangat membuat gerah. Kalau pulang ke rumah, sore atau malam, bawaannya pasti ingin langsung berendam di air. Sangat panas. Kata orang sini, cuaca panas ini mungkin diakibatkan oleh aktifitas tambang batu bara. Huft...saya belum berani memastikannya. Tapi seperti daerah lain di Indonesia, cuaca panas memang sudah menjadi kawan sehari-hari.

Yang kedua adalah masalah harga barang, ya harga semua komoditas termasuk harga sewa rumah dan lain-lainnya. Harga seporsi nasi kuning di Berau minimal Rp.12-15 ribu. Di Samarinda kita masih dapat harga Rp.7-10 ribu dengan lauk yang lengkap. Semua menu makanan harganya di atas rata-rata kota kelahiran saya. Cukup mahal dan menjadikan kita harus pintar mengatur keuangan untuk pos makanan. Tapi jangan sampai karena hemat kita jadi kurusan selama di Berau. Buktinya bb saya masih stabil hingga sekarang, hehe.... Meski untuk pos pengeluaran, pasti 30-50% lebih tinggi dibanding di kota sebelumnya.

Urusan harga yang lain, seperti rumah kontrakan atau kos-kosan juga mahal. Kos pertama yang saya tinggali Rp.500/bulan, konstruksi bangunan kayu dengan kamar mandi di luar. Ada 10 kamar dengan penghuni sekitar 15 orang, sementara kamar mandinya 5, namun yang berfungsi hanya 2, dan hanya 1 diantaranya yg bagus. Selama 1 bulan saya tinggal disini, untungnya saya sudah terbiasa dengan kondisi yang serba berkekurangan. Di kost ini terdapat orang Jakarta, orang Jogja, orang Bulungan hingga dari Samarinda seperti saya. Kelebihan kosan ini adalah lokasinya yang di tengah kota, sangat dekat dengan tepian Segah yang terkenal itu. Jadi kalau malam mau cari makan, cukup berjalan kaki ke luar kos kita sudah dihadapkan pada pemandangan warung-warung tenda aneka makanan. Sangat ramai dan mampu mengobati "efek kejut" akibat pindah ke kota kecil. He he...

1 bulan disana, saya kemudian pindah ke kontrakan seharga 9 juta/tahun, saya bagi 2 dengan anggota saya, sehingga ongkos akomodasi jadi ringan. Lokasinya di jalan Teuku Umar. Rumahnya minimalis modern, tergolong masih baru, 2 kamar dan punya dapur serta ruang tamu sendiri. Disitulah hingga sekarang saya berlindung dari panas dan hujan di Berau. Lokasinya relatif di pinggir kota, namun dekat dengan pusat perkantoran. Kalau mau cari makan, musti pake motor karena jaraknya lumayan.

Nah begitulah proses adaptasi saya dengan Berau. Relatif tidak ada kendala berarti, kecuali saya tidak bisa lagi menikmati prafucino di excelso cafe atau nonton film terbaru di 21. Itu saja, tapi bagi saya hal itu bukanlah masalah besar.

Pertama Kali Masuk Berau


Setibanya di bandara, saya langsung menelpon "ajudan" saya untuk keperluan penjemputan....jiahhh...haha. dan ternyata mereka masih dalam perjalanan menuju bandara. Gak papa, barang-barang saya masih belum semuanya terkumpul. Maklum ritual pindahan dari Samarinda ini cukup menguras tenaga dan pikiran, apalagi keterlibatan ibu saya yg sangat banyak membantu anaknya ini dengan menitipkan segala macam barang yg saya pikir sebelumnya tidak perlu dibawa, toh di Berau nanti bisa beli baru. Dan ternyata jangan remehkan barang titipan ibu anda. Ujung-ujungnya aneka barang itu sangat berguna bagi hidup kita setelah dibuat repot membawanya, hehe...

Tak menunggu lama, mobil Avanza hijau (bukan promosi ya) tepat parkir di hadapan saya. Bangunan terminal lama bandara memang tidak begitu besar, ya seukuran lah dengan temindung. Namun yang jelas lebih ramai karena bandara ini sudah didarati oleh pesawat besar seperti Batavia dan Sriwijaya. Di depan pintu kedatangan, terdapat cafe bernama banuanta yg menjual aneka suvenir dan minuman ringan.

Setelah barang masuk mobil dan setelah sedikit berbasa basi dengan teman-teman yang menjemput, saya pun konsen menikmati pemandangan kota yang saya lalui. Inilah Berau, tempat perjuangan saya selanjutnya. Tempat yang benar-benar baru, meskipun saya disini tak sendiri-sendiri amat. Saya punya sepupu yang jadi PNS dan sudah hijrah ke Berau sejak 1992. Saya juga ada kerabat dari ibu yang juga sudah puluhan tahun tinggal disini.

Tanjung Redeb adalah ibukota Kabupaten, berpenduduk sekitar 55 ribu jiwa, dari total 171 ribu penduduk Berau berdasarkan hasil sensus 2010 lalu. Dibanding kecamatan lain, seperti halnya ibukota, Tanjung Redeb adalah barometer di Berau. Ya tempat belanja, ya tempat keramaian, ya pusat pemerintahan, semuanya bermuara ke Tanjung Redeb. Ada sebutan khas orang Berau bagi ibukotanya, yaitu "Tanjung". Ya, orang Berau cukup menyebut "Tanjung" untuk sebutan ibukotanya tersebut. Ini setelah saya memperhatikan selama 3 bulan tinggal di Berau, hehehe...

Pemandangan pertama ketika keluar jalan bandara adalah sungai Segah. Sungai yang membelah kota Tanjung Redeb ini mirip mahakam di Samarinda. Cuma tidak terlalu lebar. Di seberang sana terlihat kecamatan Gunung Tabur, salah satu bekas kesultanan di Berau. Jalan di Berau, atau sebut saja Tanjung Redeb cukup mulus. Jarak bandara ke pusat kota sekitar 10 km. Pemandangan kiri kanan masih dipenuhi bangunan sederhana ala kota kecil. Hanya bangunan terminal bus saja yg cukup menarik perhatian saya, lalu ada gedung dinas PU yang berlantai 3, gedung DPRD dan kolam renang Kakaban yang dipakai untuk PON 2008 lalu, dan hotel Bumi Segah, hotel terbesar dan menjadi andalan Berau saat ini.

Selanjutnya mobil menyusuri jalan Pemuda, jalan dua jalur dengan median taman yang cukup bagus. Ada kantor Polres Berau yang cukup megah, gedung bank BPD Kaltim, GOR serbaguna dan beberapa ruko. Sedang dibangun pula showroom Toyota, yang mengindikasikan daerah ini cukup baik potensi perekonomiannya.

Mobil terus masuk ke kota, dengan lalu lintas yang sangat lancar, melewati daerah downtown Tanjung Redeb. Ada bangunan bank BRI yang cukup bagus, bank BNI, kantor PLN dan akhirnya saya melihat land mark kota Tanjung Redeb dan Berau, mesjid Agung Baitul Hikmah yang megah!

Selamat Datang di Berau



18 September 2010, untuk pertama kalinya saya menjejakkan kaki di tanah Berau, tepatnya di bandara Kalimarau yang terletak di kelurahan Teluk Bayur, Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau. Pesawat Kalstar jenis ATR-42 yg membawa 40 penumpang tiba dengan selamat sekitar pukul 10.30 wite, setelah sebelumnya membawa saya ke Balikpapan dari Samarinda.

Saya ke Berau bukan sekedar jalan-jalan biasa. Kali ini saya ke kabupaten ini untuk menjalankan tugas mahaberat yang dibebankan ke pundak saya, yang mungkin akan dijalani dalam waktu yang tidak singkat. Oke kita abaikan saja apa tugas saya di Berau, karena blog ini khusus membicarakan bagaimana keadaan Berau, secara objektif dari pandangan saya sebagai seorang manusia. He..he... sorry agak lebay bahasanya :)

Sebelumnya saya sudah 2x mendarat di Berau, dengan pesawat yang sama. Pertama tahun 2002 ketika saya pulang dari KKN di Tarakan. Saya harus pulang seminggu lebih cepat karena ibunda dari ibu saya alias nenek saya wafat. Meski tak sempat menghadiri pemakamannya, namun kesempatan pulang lebih cepat itu menjadikan saya melihat Berau untuk kali pertama meski hanya dari atas pesawat. Saat itu pemandangan kiri-kanan bandara hanyalah belantara hutan yang hijau.

Kedua akhir tahun 2009 lalu, ketika pulang dinas dari Tarakan juga, transit sekitar 15 menitan di kalimarau sebelum menempuh 40 menit ke temindung Samarinda. Saat itu pemandangan dari atas terlihat ada yang sedikit berubah. Banyak kawah-kawah galian tambang batubara yang cukup merusak hutan hijau Berau. Hmmmmmm....

Nah kali ini setelah 9 bulan lewat, saya akhirnya benar-benar turun dari pesawat setelah 2x hanya transit. Sebelumnya saya melihat bangunan terminal baru bandara yang begitu megah dan menarik. Wow.....inikah Berau, tempat tinggal saya yang baru?

Bismillahirrahmanirahim, saya pun menginjakkan kaki di aspal landasan bandara. Tidak pake sujud syukur segala, ntar takut ada yg moto.... hahaha. Saya pun dengan langkah pasti yang "dikuat-kuatkan" memasuki terminal kedatangan yang sederhana, namun cukup bersih dan rapi. Terdapat satu conveyor barang yang memanjang sehingga barang yang tak terambil oleh pemiliknya pasti akan jatuh menumpuk di ujung conveyor.

Selamat datang di Berau, selamat bekerja di Berau, selamat bertugas di Berau....